Minggu, 21 April 2019

9 Kesalahan Umum Jemaah Wanita Saat Umrah

Menginjakkan kaki di Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah umrah tentu menjadi impian setiap muslim. Ibadah ini menjadi pilihan alternatif bagi mereka yang belum berkesempatan melaksanakan ibadah haji.
Apalagi dengan antrean calon pendaftar haji di Indonesia yang menggunakan sistem kuota yang sudah menyentuh waktu belasan tahun.

Ada banyak aturan yang wajib ditaati oleh para jemaah umrah selama melaksanakan perjalanan umrah, mulai dari berangkat, dalam penerbangan hingga menjalani serangkaian aktivitas ibadah di Mekah dan Madinah.

Sayangnya, masih saja ada di antara jemaah yang terkadang tak memahami sepenuhnya ketentuan pelaksanaan ibadah umrah hingga akhirnya tak sadar jika mereka telah berbuat kesalahan. Seperti beberapa kesalahan umum berikut yang kerap tak disadari oleh para jemaah wanita.

1. Berpikir bahwa ihram mereka adalah 'topi' yang dikenakan di atas kepala
Beberapa muslimah tidak tahu apa artinya Ihram dan mereka pikir itu adalah " topi" yang mereka pakai di kepala. Mereka tidak berani melepasnya untuk alasan apapun karena mereka berpikir akan " membatalkan Ihram mereka" .

Kata Ihram diambil dari bahasa Arab, dari kata " Al-Haram" yang bermakna terlarang atau tercegah. Dinamakan Ihram karena seseorang yang masuk kepada 'kehormatan' ibadah haji dengan niatnya, dia dilarang berkata dan beramal dengan hal-hal tertentu, seperti jimak, menikah, berucap ucapan kotor, dan lain-sebagainya.

Dari sini dapat diambil satu definisi syari bahwa Ihram adalah salah satu niat dari dua ibadah (yaitu haji dan umrah) atau kedua-duanya secara bersamaan. Ketika Anda memasuki keadaan Ihram tidak berarti bahwa Anda tidak bisa melepasnya nanti. Dan saat melepas kainnya tidak berarti bahwa Ihram Anda berakhir. Itulah mengapa ulama mengatakan bahwa kita dapat mengganti Ihram (yang berarti 'pakaian kami'), dan bahkan mencuci jika mendapati kotor.

2. Khawatir rambut rontok
Beberapa wanita memiliki kekhawatiran jika rambut mereka rontok selama Ihram. Begitu khawatirnya sehingga mereka tidak melepas jilbab mereka dan tidak mau melepas " topi" mereka saat berwudhu.
Ini adalah godaan dari setan. Pikirkan tentang hal ini. Jika Anda tidak melakukan wudhu dengan benar, akankah doa Anda menjadi sah? Apakah Thawaf Anda sah? Apakah Anda berpikir bahwa Allah akan menghukum manusia akibat dari sesuatu perbuatan yang d iluar kendalinya? Tidak, tentu saja tidak.
Dia adalah Yang Maha Penyayang. Dia adalah Maha Pengampun. Lalu, mengapa Ia akan membatalkan Ihram Anda hanya karena beberapa rambut yang rontok (yang tidak disengaja)? Larangan mengenai rambut hanya berlaku untuk rambut yang sengaja dipotong, dicabut, atau dicukur dengan sengaja.

3. Melakukan Tahalul hanya untuk seseorang yang telah selesai Ihram
Banyak wanita berpikir bahwa hanya orang yang selesai Ihramlah yang dapat memotong rambut mereka. Dan mereka menolak untuk memotong rambut mereka sendiri untuk Tahalul. Ini adalah pendapat yang salah. Sebenarnya, Anda diharapkan untuk memotong rambut Anda sendiri ketika Tahalul.
Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya, selama Haji Wada: " Biarkan dia memotong (artinya, sendiri rambutnya kemudian keluar Ihram." (Al-Bukhari, Muslim)

4. Tidak pergi ke Jamarat atau Muzdalifah
Beberapa dari jemaah haji mendelegasikan kepada jemaah haji lain untuk melakukan lempar Jumroh atas nama jemaah lain tanpa alasan yang sah. Dengan alasan takut keramaian atau takut berdesak-desakan, mereka tidak memahami pentingnya melakukan lempar Jumroh oleh diri sendiri.

Allah telah memberkati kita dengan kesehatan. Kebanyakan jemaah masih muda, energik, percaya diri, dan mampu melakukan apa saja ketika berada di rumah, namun ketika datang ke Jamarat, semua tiba-tiba menjadi " lemah" , padahal hanya untuk melempar kerikil saja.

5. Berkerumun dengan laki-laki
Waspadalah saat berkerumun dengan laki-laki pada semua tahapan ibadah umrah, seperti saat Thawaf, mencium Hajar Aswad, selama Sa'i atau ketika melempar Jumroh. Pilih waktu yang aman dan luang.
Menyentuh Hajar Aswad adalah sunnah yang indah, tapi itu adalah sekadar sunnah. Sementara melindungi diri dari kontak yang tidak perlu dengan semua yang bukan mahram laki-laki adalah fardhu.


10 Larangan Umroh/Haji (Ihram), Ingat-ingat!

1. Bagi setiap laki-laki tidak boleh memakai pakaian yang ada jahitannya dan tidak boleh menutup kepala
Ibnu Umar ra berkata seorang sahabat telah bertanya kepada Nabi SAW,” Wahai utusan Allah, pakaian apa yang boleh dikenakan bagi orang yang berihram?”, Beliau menjawab “ Tidak boleh mengenakan baju, sorban, celana topi dan khuf ( sarung kaki yang terbuat dari kulit), kecuali seseorang yang tidak mendapatkan sandal, maka pakailah khuf, namun hendaklah ia memotongnya dari bawah dua mata kakinya dan janganlah kamu mengenakan pakaian yang dicelup dengan pewarna atau warna merah”.
2. Bagi wanita tidak boleh menutup wajah dan dua tapak tangannya

Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi bersabda “ janganlah seorang wanita berihram mengenakan cadar dan jangan pula menggunakan kaos tangan”.
Namun boleh bagi wanita menutupi wajahnya bila ada laki-laki yang lewat di dekatnya.
3. Memotong kuku dan rambut/ bulu badan

Allah SWT berfirman”..Dan janganlah kamu mencukur rambutmu sebelum binatang hadyu sampai di lokasi penyembelihannya..” ( Al Baqarah ; 196 )
Para ulama juga bersepakat bahwa haram hukumnya memotong kuku bagi orang yang sedang berihram ( al Ijma oleh Ibnul Mundzir hal 57 ). Namun diperbolehkan menghilangkan rambut tapi yang bersangkutan harus membayar fidyah, Allah SWT menegaskan dalam Al qur`an “ Jika diantara kamu ada yang sakit atau gangguan di kepalanya ( lalu ia bercukur ) maka wajiblah ia atasnya membayar fidyah yaitu berpuasa atau berhadaqah atau berkurban..( Al baqarah : 196 ).
4. Membunuh atau memburu binatang darat

Allah SWT berfirman “ Dan diharamkan atasmu menangkap binatang buruan darat selama kamu dalam keadaan ihram”. ( Al Maidah : 95 ). Apabila dilanggar, maka jamaah harus membayar denda dengan membeli makanan seharga binatang yang diburu dan menyedekahkannya kepada fakir miskin atau memberi makanan kepada fakir miskin sebanyak 5/6 liter ( 1 mud ) untuk satu harinya.
5. Memotong atau mencabut tanaman di tanah Haram

Dendanya sama dengan bila kita memburu atau membunuh binatang darat seperti yang telah disebutkan dalam poin sebelumnya.
6. Nikah atau menikahkan

Berdasarkan hadist Utsman dari Usman ra bahwa Nabi bersabda “Orang yang berihram tidak boleh menikahi, tidak boleh dinikahi dan tidak boleh melamar.” ( Sahih: Mukhtashar Muslim no. 814).
7. Bercumbu rayu atau bersetubuh

Apabila jamaah umroh yang berangkat bersama suami atau istrinya dan melakukan jima’ ( hubungan suami istri ) sebelum menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah umroh, maka mereka harus membayar denda atau dam dengan menyembelih seekor unta atau 7 ekor kambing.
8. Mencaci maki atau mengucapkan kata-kata kotor.

Untuk menghindari dari berkata-kata yang kotor, alangkah baiknya bila jamaah memperbanyak dzikir baik dalam hati maupun dengan diucapkan. Sehingga walau dalam kondisi emosi karena hawa panas dan berdesak-desakan saat thawaf maka yang terucap adalah kalimat-kalimat istighfar dan dzikrullah.
9. Memakai wangi-wangian dan minyak rambut

Yang dimaksud sebagai wangi-wangian disini adalah wewangian yang dimaksudkan sebagai parfum, namun bila mandi dengan sabun yang berbau wangi tidak termasuk melanggar ihram. Juga tidak boleh memakai minyak rambut.
10. Berbuat kekerasan seperti bertengkar atau berkelahi.

Seperti yang dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 197 “, (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji”.

Demikianlah 10 hal yang dilarang dilakukan pada saat mengerjakan ihram dalam ibadah haji maupun umroh. Semoga bermanfaat.

baca juga : http://www.umrohdanhaji.co.id/10-larangan-umroh-haji-ihram-ingat-ingat-a2-19/

Urutan tata cara pelaksanaan haji

Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam. Sebagai bentuk ibadah, tata cara pelaksanaan haji harus sesuai dengan perintah Allah dan dilakukan seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shollallaahu ‘Alaihi wa Salam. Jika prosesnya tidak dilakukan dengan benar dan salah satu dari rukunnya terabaikan, maka ibadah hajinya dianggap tidak sah.

Sebelum mempelajari tentang rukun haji, calon jemaah sebaiknya memahami terlebih dahulu tentang hukum dan syarat haji. Hukum haji adalah fardu ain, yakni wajib sekali seumur hidup bagi setiap muslim yang mampu. Kewajiban ini telah disebutkan di dalam Alquran, surat Ali Imron, ayat 97 dan  diperkuat dengan beberapa hadis dari Rasulullah yang sahih, serta ijmak para ulama.

Adapun syarat wajib bagi seseorang untuk berhaji terdiri dari 5 perkara, yakni beragama Islam, berakal, balig, merdeka (bukan budak), dan mampu. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka seseorang tidak dikenai kewajiban untuk berhaji. Tidak ada perselisihan dari para ulama mengenai hal ini.

Pengertian mampu yang dimaksud dalam syarat wajib haji adalah memiliki bekal yang cukup, kendaraan yang memadai, jalan tempuh yang aman, serta kondisi fisik yang sehat sehingga mampu melakukan perjalanan dan ibadah di Tanah Suci. Sedangkan bekal yang cukup artinya, selain cukup membiayai keberangkatan & biaya hidup  jemaah selama di Tanah Suci,  juga cukup untuk menafkahi keluarga yang ditinggalkan tanpa harus berutang.

Selain syarat wajib, ada juga yang disebut dengan syarat sah haji, yaitu beragama Islam, berakal (tidak gila), miqot zamani atau dilakukan di waktu tertentu, yakni pada bulan hajidan bukan di waktu lainnya, serta miqot makani atau dilakukan di tempat yang telah ditetapkan. Jika keempat persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka hajinya tidak sah.

Hal penting lainnya yang juga harus dipahami oleh setiap muslim yang akan berhaji adalah manasik/tata cara haji. Manasik haji merupakan simulasi ibadah haji yang dilakukan sesuai tata cara aslinya. Manasih perlu dilakukan agar setiap calon jemaah lebih paham dan bisa memahami tahapan ibadah secara lebih baik.
Selanjutnya, kita akan membahas apa saja yang termasuk tata cara pelaksanaan haji (rukun haji). Setiap amalan ibadah yang termasuk rukun haji wajib dilaksanakan. Jika salah satu dari rukun tersebut  diabaikan, maka ibadah haji menjadi tidak sah. Adapun yang termasuk rukun haji, yang dicontohkan Rasulullah, adalah ihram, tawaf, sai, dan wukuf di Arafah.

Rukun pertama: Ihram

Ihram adalah niat untuk mulai beribadah haji. Niat adalah perkara batin, maka cukup dilakukan di hati saja dan tidak perlu diucapkan. Saat berihram, jemaah wajib memulai dari miqot, tidak memakai pakaian yang dijahit, hendaknya ber-talbiyah, dan tidak diperbolehkan memakai baju, jubah, mantel, imamah, penutup kepala, dan khuf atau sepatu. Jemaah wanita juga tidak diperbolehkan memakai penutup wajah dan sarung tangan.
Adapun, sunah saat berihram adalah mandi, memakai wewangian di badan, memotong bulu kemaluan dan ketiak, memendekkan kumis, memotong kuku, memakai sarung dan kain atasan yang berwarna putih bersih, serta memakai sandal. Niat ihram dilakukan setelah salat, setelahnya jemaah haji disarankan untuk memperbanyak talbiyah. Jemaah wanita boleh memakai pakaian apa saja, tidak ada ketentuan harus warna tertentu, asalkan tidak menyerupai pakaian laki-laki dan harus menutup aurat.

Rukun kedua: Tawaf

Urutan tata cara ibadah haji yang kedua adalah tawaf, yakni mengitari Kakbah sebanyak tujuh kali. Dalil yang menunjukkan wajibnya tawaf ada di dalam Alquran, surat Al-Hajj, ayat 29. Saat melaksanakan tawaf, jemaah haji wajib untuk berniat tawaf, suci dari hadas, menutup aurat seperti saat sedang salat, berada di sebelah kanan Kakbah, serta memulainya dari Hajar Aswad dan mengerakhirinya di Hajar Aswad pula.

Rukun ketiga: Sai

Sai dilakukan dengan berjalan atau berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Rukun sai dilakukan setelah jemaah melakukan tawaf dan harus dilakukan berurutan. Artinya tidak boleh dilakukan sebelum tawaf atau tidak boleh diselingi ibadah apa pun setelahnya.

Rukun keempat: Wukuf di Arafah

Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling penting. Para ulama sepakat bahwa barang siapa luput melaksanakan wukuf di Arafah, maka ia harus melakukan haji pengganti (di tahun yang lain). Pengertian wukuf adalah jemaah harus berada di daerah mana saja di Arafah dan dalam keadaan apa saja, baik dalam keadaan suci maupun tidak (haid, nifas, atau junub).

Waktu wukuf di Arafah dimulai saat matahari tergelincir pada tanggal 9 Dzulhijjah, hingga terbit fajar (masuk waktu subuh) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Bagi jemaah yang wukuf di luar waktu tersebut, maka hajinya tidak sah. Ada beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh beberapa jemaah, yakni wukuf di Jabal Rahmah. Mereka meyakini bahwa tempat tersebut adalah tempat terbaik untuk wukuf. Hal ini keliru, karena tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah.

Selain keempat urutan tata cara ibadah haji tersebut, terdapat beberapa amalan wajib dalam ibadah haji. Perbedaan rukun dan wajib haji terletak pada sah atau tidaknya ibadah haji. Jika jemaah meninggalkan salah satu atau beberapa amalan wajib haji maka hajinya tetap sah, namun ada kewajiban membayar denda (dam). Amalan wajib haji antara lain:

1. Ihram dari miqot

Tempat pembatas bagi jemaah haji untuk memulai berihram disebut miqat. Tempat ini telah ditentukan sejak zaman nabi Muhammad Saw. Jika jemaah menggunakan pesawat terbang dan melintasi miqot,maka ihram dilakukan di dalam pesawat.
2. Wukuf di Arafah hingga waktu magrib bagi yang memulai wukuf di siang hari.

3. Mabit di MuzdalifahMabit atau bermalam di Muzdalifah biasanya dilakukan setelah wukuf. Dari Arafah, jemaah akan melewati Muzdalifah dan bermalam di sana hingga terbit fajar.

4. Melempar jumrah aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah dan dilakukan setelah matahari terbit. Saat melakukan jumrah, jemaah disunahkan untuk bertakbir.

5. Mabit di Mina pada hari-hari tasyriq. Saat melaksanakan haji, Rasulullah bermalam di Mina selama hari-hari tasyriq (11,12, dan 13 Dzulhijjah).

6. Mencukur dan memendekkan rambut. Mencukur atau memendekkan rambut bisa dilakukan hingga akhir tanggal 10 Dzulhijjah. Jemaah laki-laki mengambil semua bagian rambut untuk dipendekkan, sedangkan jemaah wanita cukup memotong satu ruas jari dari ujung rambut.

7. Melakukan tawaf wadak. Tawaf wadak dilakukan ketika jemaah akan meninggalkan Kakbah dan telah menyelesaikan semua rangkaian ibadah haji. Tawaf wadak dilakukan oleh setiap jemaah haji, kecuali penduduk Mekkah dan wanita haid.





Manfaat Haji

Banyak sekali manfaat yang akan kita dapatkan bila mealaksanakan ibadah haji dengan benar sesuai tuntunan dal Al Quran dan hadis Rasulullah SAW, serta ibadah tersebut benar benar diniatkan semata mata karena ibadah karena Allah subhanahu wata’ala. Berikut beberapa manfat yang insya Allah akan didaptkan para jamaah dalam melaksanakan ibadah haji
1. Melaksanakan rukun Islam yang kelima
Orang yang melaksanakan ibadah haji, pasti akan mendapatkan Manfaat Haji yaitu mengerjakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji jarang dilakukan karena hanya orang-orang mampu dan terpilih atau dipilih Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja yang bisa melaksanakan ibadah haji dan menjadi tamu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
2. Haji Mabrur
Manfaat Haji menjadi haji yang mabrur (diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala) adalah ketika Jama’ah yang melaksanakan ibadah haji datang ke Baitullah dari awal hingga akhir dan mengerjakan ritual-ritual haji dengan sungguh-sungguh dan niat yang tulus serta hanya mengharap ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja. Maka inshaaAllah hajinya menjadi mabrur.
3. Sebagai pengingat pada hari kiamat dan kematian
Jama’ah yang melaksanakan haji, akan merasakan dan mengetahui sebagian besar gambaran pada hari kiamat dan kematian. Manfaat Haji ini akan muncul ketika Jama’ah memakai kain ihram (kain putih tidak dijahit), melambangkan kembali kepada Allah dengan keadaan suci karena pakaian suci (warna putih) yang tidak lain adalah seperti kain kafan yang tidak dijahit warna putih menyelimuti tubuh ketika meninggal. Wuquf di Arafah dan Mudzalifah melambangkan bahwa manusia sedang dikumpulkan di Padang Mahsyar pada hari kiamat. Talbiyah, melambangkan penyerahan diri manusia kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tawaf (mengelilingi Kak’bah) melambangkan ketika para malaikat mengelilingi Arasy (Kursi Allah Subahanahu Wa Ta’ala). Sa’i dari bukit Safa ke Marwa secara bolak balik, melambangkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala melambangkan kebaikan dan keburukan manusia atau pahala dan dosa manusia ketika berbolak balik antara nafs dan jiwa.
4. Memperkuat solidaritas dalam persaudaraan seagama muslim
Ibadah haji adalah salah satu sarana ketika manusia berkumpul dari berbagai negara, ketika itu Manfaat Haji yang dapat menjadikan solidaritas kebersamaan muslim muncul seketika. Saling mengenal, membantu dan bersama-sama beribadah adalah hal yang pasti dialami oleh kebanyakan Jama’ah yang melaksanakan haji.
5. Bahagia melihat kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala menambah keimanan dan ketaqwaan
Orang yang melaksanakan ibadah haji tidak mungkin tidak berbahagia. Bahkan kemungkinan belum sampai di Baitullah Jama’ah haji telah membayangkan kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala seperti adanya Kak’bah yang semua orang inginkan untuk kesana.
6. Membentuk karakter Jama’ah menjadi lebih baik
Jama’ah haji akan melaksanakan berbagai ritual-ritual haji yang memiliki ketepatan waktu bila tertinggal maka menjadi masalah bagi seorang Jama’ah haji. Hal tersebut menjadi Manfaat Haji yang akan membentuk karakter Jama’ah menjadi berkepribadian yang disiplin dan tepat waktu. Selain itu, Jama’ah memiliki jiwa sosial. Artinya, sebagai makhluk individu yang berani bertanya, berbicara, berkumpul, membantu dan hal lainnya yang bisa bersama-sama dengan Jama’ah lainnya.
Demikian sekilas yang bisa kami sampaikan tentang artikel manfaat haji bagi yang melaksanakannya semoga menambah keyakian dan keimanan kita tentang manfaat besar melaksanakan ibadah suci ini . Insya semua jamaah yang melaksanakan ibadah haji dengan benar, ikhlas serta semata mata karena Allah SWT, akan mendapatkan manfaat besar tersebut serta manfaat manfaat besar lainnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.

 

Bila Anda Seperti Ini Sepulang Umroh, Berarti Umroh Anda Mabrur

Arti umroh mabrur bisa dipahami dengan mengartikannya secara cermat. Umrah secara bahasa berarti berziarah. Secara istilah, umrah mengandung pengertian sebagai berziarah ke Baitullah. Di dalam ziarah ini terdapat serangkaian ibadah seperti Ihram, Tawaf, Sa’I, dan Tahalul. Ibadah umrah biasa disebut “Haji Kecil”, karena rangkaian ibadahnya yang ringkas dan waktunya yang fleksibel.

Perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT ini harus dilaksanakan secara ikhlas. Dengan keikhlasan, kelak kita mendapatkan pelajaran spiritual yang sarat makna. Keikhlasan juga akan mengasah diri kita menjadi pribadi yang lebih baik setelah menyelesaikan umrah. Inilah yang disebut umrah mabrur.
Intinya, sepulang dari ibadah umrah, seseorang yang mabrur akan mendapat pencerahan dan mengamalkan perilaku yang lebih mencintai akhirat daripada dunia. Lebih jelasnya, berikut ini uraian tentang arti umroh mabrur:

Lisan yang Santun

Sepulang dari berhaji atau umrah, tutur katanya selalu baik dan menyenangkan orang lain. Memiliki sifat terpuji seperti sabar, rendah hati (tawaddhu), dan tidak sombong. Di tanah suci ia telah ditempa menjadi hamba Allah yang rendah hati. Meski ia seorang pejabat, orang kaya atau penguasa, di tanah suci Allah memandangnya sama dengan rakyat jelata.
Berdasarkan pengalaman banyak pihak yang telah menjalankan ibadah haji dan umrah, jika kita tidak menjaga perkataan dan sikap selama berada di tanah suci, balasannya akan berlangsung cepat sekali. Misalnya kita meremehkan suatu hal atau mengomentari sesuatu secara tidak pantas, dengan cepat kita juga akan merasakan hal yang sama dengan itu. Karena itulah berada di tanah suci mampu menjaga seseorang dari sikap dan perkataan yang buruk.

Lebih Taat Beribadah

Seseorang yang sudah menyandang gelar haji atau pernah umrah akan lebih taat beribadah dibandingkan sebelum ia menunaikan ibadah haji atau umrah. Karena selama berada di tanah suci ia telah dilatih untuk taat beribadah, terutama dalam ibadah salat.
  • Seseorang yang sudah pernah umrah, seharusnya akan lebih taat beribadah dibandingkan sebelum ia menunaikan ibadah umrah.
ika di Mekkah ia selalu menunaikan shalat berjamaah di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, saat kembali ke tanah air, hal serupa harus dilakukannya. Keutamaan dari semua ibadah yang dia lakukan itu akan diterapkan dan ditindaklanjuti dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari.

Bersih Hati

Seseorang yang telah berpredikat haji atau pernah umrah akan selalu menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela. Orang yang mendapat haji mabrur tidak mau lagi berbohong. Ia akan selalu jujur dalam kesehariannya, apapun profesinya. Jika kebetulan seorang pedagang ia tidak akan mau mempermainkan timbangan, meteran atau perkataan bohong lainnya. Kalau ia seorang aparatur negara ia tidak akan menyalahgunakan wewenang atau melakukan korupsi.

Meningkatnya Jiwa Sosial

Orang yang mendapat gelar haji atau umrah mabrur sifat sosialnya akan meningkat, begitu pula rasa kesetiakawanan terhadap sesama. Ia akan jadi rajin ber-infaq fi sabilillah, menyantuni anak yatim dan orang miskin. Kepada sekitarnya pun dia akan lebih peka untuk menawarkan bantuan baik berupa materi, tenaga maupun pemikiran yang digunakan untuk kebaikan. Tentunya  dengan sikapnya yang semakin baik ini, ada kecenderungan dia akan memiliki semakin banyak kenalan dan teman yang bisa dipercaya dan diandalkan dalam kebaikan.

Benarkah Dosa Kita Dibalas di Tanah Suci?

Ada salah satu kepercayaan di masyarakat kita yang menyebutkan bahwa dosa-dosa ataupun kesalahan yang sering kita lakukan dalam hidup, nanti akan dibalas di tanah suci, khususnya pada saat kita sedang melakukan ibadah haji atau umroh.

Ada banyak sekali cerita yang membumbui kepercayaaan ini, seperti cerita seorang tukang penagih utang yang tiba-tiba ditagih suruh membayar 400 real sesaat sesudah dia mencium hajar aswad, ataupun cerita lainnya.

Begitupun juga di sisi sebaliknya, ada pula kepercayaaan bahwa kebaaikan yang kita lakukan akan menuai buahnya nanti di tanah suci, seperti cerita seorang nenek tua penyapu jalanan yang melenggang santai saat hendak mencium hajar aswad, padahal saaat itu, jamaah sedang ramai-ramainya.

Bagi penulis, dilihat dari baik dan buruknya, kepercayaan semacam ini ada baiknya, namun lebih banyak buruknya. Penulis katakan ada baiknya karena akan membuat keseharian kaum muslimin Indonesia senantiasa menghindari dosa dan melakukan kebaikan. Lebih banyak buruknya karena hal ini akan menimbulkan sikap-sikap yang jauh dari yang diharapkan oleh syariat islam.

Dengan mempercayai hal tersebut, bagi yang belum haji atau umroh akan membuat mereka malas berangkat karena takut akan dibalas dosanya disana, bagi yang sedang melaksanakannya akan menimbulkan rasa cemas dan takut yang berkelebihan, dan salah-salah akan menimbulkan sikap berputus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah.

Haji dan Umroh sebagai “Ladang Pengampunan”
Satu hal yang perlu diingat oleh kita adalah bahwa ibadah haji dan umroh bukan merupakan “ladang pembantaian”, dimana dosa-dosa akan mendapatkan balasannya pada saat itu, namun haji dan umroh merupakan “ladang pengampunan”. Hal ini sudah dengan gamblang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ﴿العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ﴾.
Dari Abu Hurairah RA berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh SAW bersabda, “Umrah satu ke Umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.”

Alih-alih memperbesar kepercayaan bahwa dosa kita akan dibalas di tanah suci, penulis lebih memilih untuk mengajak pembaca agar memperbesar rasa optimisme kita dalam beribadah, sebagaimana hadits Nabi:

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku

Dari dua hadits diatas, kita bisa memahami bahwa Allah sudah menjanjikan ampunan yang besar bagi kita saat kita melaksanakan ibadah umroh, dan menjanjikan surga apabila kita mengerjakan haji yang mabrur.
Dan di sisi lain Allah juga mengajarkan kepada kita agar bersangka yang baik (husnudzon) kepada Allah, oleh karenanya sepatutnya jika yang kita kedepankan adalah rasa optimisme bahwa insyaallah ibadah haji dan umroh kita akan diterima oleh Allah, dosa-dosa kita akan terhapus dan akan mendapatkan balasan surga. Amin.

Menuju Haji dan Umroh yang Mabrur

Untuk bisa mendapatkan ampunan Allah, dan untuk mendapatkan balasan surga, Allah mensyaratkan agar haji dan umroh tersebut haruslah mabrur. Menurut para ulama. diantara yang harus kita usahakan agar mendapatkan kemabruran tersebut diantaranya ialah:
  1. Menyelesaikan hak adami terlebih dahulu sebelum berangkat ke tanah suci. Hak adami yang dimaksud disini ialah kewajiban-kewajiban kita terhadap sesama manusia seperti menyelesaikan hutang, memutus persengketaan, meminta maaf, dan lain sebagainya. Hal ini perlu dilakukan agar ketika berada di tanah suci, kita bisa fokus beribadah kepada Allah, dan karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima ibadah seorang hamba yang belum menyelesaikan persengketaannya dengan hak adami.
  2. Berpasrah diri memohon ampunan Allah sambil bertawakkal dan mengakui segala dosa-dosa yang telah diperbuat di hadapan Allah.
  3. Ongkos yang digunakan berasal dari harta yang halal, karena Allah Maha Suci dan hanya menerima harta-harta suci yang diperoleh dari jalan yang halal.
  4. Melepaskan diri dari perbuatan rafats, fusuq, dan jidal saat berada di tanah suci.
  5. Sekembalinya ke tanah air, berusaha sekuat tenaga untuk menjadi pribadi yang lebih baik, karena diantara ciri haji yang mabrur ialah haji yang sepulangnya dari ibadah haji, ia menjadi pribadi yang lebih baik.

10 Hal tentang Ka’bah

Ka’bah adalah tempat suci bagi umat Islam di seluruh dunia. Ia terletak di pusat Masjidil Haram, di Mekkah, Arab Saudi. Umat Islam di seluruh dunia, harus menghadap Ka’bah ketika mereka menunaikan ibadah shalat. Jika tidak, maka shalatnya tidak sah. Terkait Ka’bah, ada beberapa hal yang mungkin belum Anda ketahui tentangnya. Apa saja itu? Simak ulasan berikut ini:
1. Ka’bah telah direkonstruksi beberapa kali
Ka’bah telah rusak beberapa kali karena bencana alam seperti banjir ataupun mendapat serangan. Karena mengalami kerusakan, Ka’bah dibangung kembali beberapa kali. Mayoritas sejarawan mengklaim bahwa Ka’bah telah direkonstruksi sekitar 12 kali. Renovasi terbaru terjadi pada tahun 1996, dengan menggunakan teknologi mutakhir agar kuat menahan bencana.
Di sisi lain, apakah Anda tahu bahwa Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Nabi Muhammad pernah berpartisipasi dalam pembangunan Ka’bah?

2. Warna Kiswah telah berubah
Kiswah adalah kain hitam yang menyelimuti Ka’bah. Tapi apakah Anda tahu, warna Kiswah tidak selalu hitam seperti yang Anda pikirkan?
Tradisi menutupi Ka’bah dengan Kiswah dimulai selama pemerintahan suku Jurhum. Kemudian, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membungkus Ka’bah dengan kain Yaman warna putih. Merah, hijau dan putih adalah beberapa warna yang digunakan oleh khalifah yang berbeda. Abbasiyah akhirnya memutuskan untuk menggunakan warna hitam untuk mengakhiri berubah-ubahnya warna Kiswah. Sejak saat itu, warna Kiswah tetap hingga saat ini.

3. Bentuk Ka’bah telah diubah
Ka’bah awalnya berbentuk sesuai dengan dasar-dasar yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Ia berbentuk kubus saat direkonstruksi oleh Quraisy sebelum dakwah Islam muncul di sana. Namun, Quraisy tidak bisa membangun kembali seluruh struktur karena kurangnya dana. Bagian yang ditinggalkan saat ini disebut Hatim, yang ditandai dengan dinding kecil.

4. Ka’bah memiliki lebih dari satu pintu
Ka’bah aslinya memiliki dua pintu, satu untuk masuk dan satu lagi untuk keluar. Ka’bah juga memiliki jendela di salah satu dinding. Saat ini, Ka’bah hanya memiliki satu pintu dan tidak ada jendela, meskipun ada pintu tengah yang digunakan untuk mendapatkan akses ke atap.

5. Apa yang ada di dalam Ka’bah?
Bagian dalam Ka’bah ditopang oleh tiga pilar, dengan lentera tergantung di antara mereka. Sebuah meja kecil untuk parfum dapat ditemukan antara pilar-pilar tersebut. Sebuah piagam dapat dilihat tergantung di dinding, untuk memperingati penguasa yang memperbaharuinya. Sebuah kain hijau dengan bordiran ayat-ayat Al-Quran menutupi bagian atas dinding. Dinding kanan memiliki pintu emas yang disebut Bab At-Taubah, yang membuka akses ke tangga menuju ke atap.

baca juga : http://www.umrohdanhaji.co.id/10-hal-tentang-kabah-a2-19/

Rabu, 17 April 2019

Sembilan Syarat Tawaf yang Harus Dipenuhi


Sembilan Syarat Tawaf yang Harus Dipenuhi :

Tawaf (thawaf) secara bahasa adalah berputar, sedangkan secara istilah adalah berputar mengelilingi Ka’bah. Tawaf ada lima macam. Pertama, tawaf ifadlah. Kedua, tawaf qudum. Ketiga, tawaf wada’. Keempat, tawaf sunnah. Kelima, tawaf umrah.

Tawaf ifadlah termasuk bagian dari rukun-rukun haji, andaikan ditinggalkan, hajinya tidak sah, tidak bisa diganti dengan denda (dam). Demikian pula dengan tawaf umrah, termasuk dari rukunnya ibadah umrah yang apabila ditinggalkan berkonsekuensi sama dengan tawaf ifadlah.

Tawaf qudum hukumnya sunnah, dilakukan saat seseorang memasuki kota Makkah. Sedangkan tawaf wada’ termasuk dari kewajiban-kewajiban haji, andaikan ditinggalkan, maka berdosa dan wajib diganti dengan denda (dam), namun tidak sampai menyebabkan rusaknya haji.

Sedangkan tawaf sunnah merupakan ibadah yang dianjurkan bagi setiap orang yang masuk Masjidil Haram sebagai bentuk penghoramatan kepada Masjidil Haram. Sebagaimana tawaf qudum, tawaf ini tidak wajib, andaikan ditinggalkan tidak berdampak rusaknya haji, tidak pula berkonsekuensi kewajiban membayar dam.

Dalam pelaksanaannya, tawaf harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Pertama, suci dari najis dan hadats (kecil maupun besar)

Saat melakukan tawaf, harus suci dari hadats kecil dan besar. Demikian pula badan, pakaian dan tempat yang dilalui harus suci dari najis. Bila di tengah tawaf berhadats atau terkena najis, maka harus bersuci dan menghilangkan najisnya terlebih dahulu, kemudian melanjutkan putaran dari tempat ia mulai berhadats atau terkena najis. Dan lebih utama untuk mengulangi tawaf dari awal.

Kedua, menutup aurat.

Orang tawaf auratnya harus tertutup, bila di tengah putaran tawaf, auratnya terbuka, maka wajib untuk segera ditutup dan melanjutkan putaran tawaf dari titik saat auratnya terbuka. Bagi orang yang tidak mampu menutup aurat, boleh untuk tawaf dengan membuka auratnya dan tidak wajib mengulangi.

Ketiga, memulai tawaf dari hajar aswad

Start awal tawaf terhitung dari hajar aswad, sehingga tidak dianggap putaran tawaf yang sah jika memulai sebelum sampai hajar aswad, setelah sampai hajar aswad, putaran tawaf baru dianggap sah.

Keempat, menyejajarkan pundak kiri dengan hajar aswad di awal dan akhir putaran.

Memulai tawaf wajib dengan cara menyejajarkan pundak kiri dengan hajar aswad, tidak diperbolehkan saat memuali putaran tawaf, bagian dari pundak kiri lebih maju dari posisi hajar aswad. Demikian pula saat mengakhiri putaran tawaf, pundak kiri disejajarkan dengan hajar aswad sebagaimana saat memulai putaran tawaf atau lebih maju sedikit hingga sampai arah pintu Ka’bah, agar seluruh bagian Ka’bah secara yakin tawaf merata di seluruh bagian Ka’bah.

Kelima, menjadikan Ka’bah di sebelah kiri

Seseorang harus selalu memastikan bahwa Ka’bah berada di sebelah kirinya di setiap langkah tawafnya, sehingga jika di tengah putaran tidak sesuai posisi tersebut, wajib segera ke posisi yang benar dan melanjutkan hitungan putaran tawaf dari tempat tersebut.

Keenam, semua anggota badan dan pakaian berada di luar bangunan Ka’bah, Syadzarwan dan Hijr Isma’il.

Saat tawaf, semua anggota badan dan pakaian orang yang tawaf, harus berada di luar bangunan-bangunan tersebut. Apabila di pertengahan putaran tawaf anggota badan berada di dalam kawasan-kawasan tersebut, maka tidak dihitung putaran tawaf, ia wajib segera berada di posisi yang benar dan melanjutkan jumlah putaran tawafnya.

Ketujuh, tawaf sebanyak tujuh kali putaran

Tawaf harus dilakukan secara yakin sebanyak tujuh kali putaran, jika ragu-ragu, maka mengambil bilangan yang paling sedikit untuk selanjutnya menambah jumlah putarannya, sebagaimana keraguan dalam rakaat shalat. Keraguan yang timbul setelah selesai tawaf, tidak berpengaruh dalam keabsahan tawaf.

Kedelapan, tidak bertujuan selain tawaf saat berputar

Di sepanjang langkah putaran tawaf, tidak boleh ada tujuan lain yang mengalihkan dari tujuan tawaf, seperti berjalan dengan cepat untuk menghindari persentuhan dengan lawan jenis, menghindari penagih hutang dan semacamnya, maka tidak sah.

Kesembilan, berada di dalam Masjidil Haram

Posisi orang yang tawaf tidak boleh keluar dari bagian Masjidil Haram, meski terdapat perluasan masjid, hukumnya tetap sah melaksanakan tawaf di dalamnya asalkan masih termasuk bagian dari Masjidil Haram. Sebagian ulama menyaratkan juga tidak boleh keluar dari tanah haram saat tawaf, namun menurut Sebagian yang lain, di antaranya Syekh Ibnu Hajar al-Haitami tetap sah meski dilakukan di luar tanah haram asalkan masih berada di kawasan Masjidil Haram.

Bagi orang yang sedang berihram, tidak disyaratkan niat dalam pelaksanaan tawaf, karena sudah tercakup dalam niat ihram haji/ umrah, hukum niat tawaf adalah sunnah. Sedangkan untuk orang yang tidak sedang berihram, maka disyaratkan niat tawaf saat memulai putaran tawaf. (M. Mubasysyarum Bih).


Ini Dia Perbedaan Antara Haji dan Umroh


Ini Dia Perbedaan Antara Haji dan Umroh
Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam, istilah Haji dan Umroh sebenarnya sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Haji dan Umroh merupakan impian semua umat Islam karena untuk melaksanakannya membutuhkan persiapan yang lebih, khususnya persiapan dari segi biaya dan fisik untuk bisa pergi ke Makkah Al-Mukaramah.

Haji dan umroh merupakan ibadah yang bersifat maliah mahdhoh atau yang erat membutuhkan harta benda. Terlebih lagi dengan sistem antrian haji yang sedemikian lamanya membuat calon jamaah harus menunggu antrian selama bertahun-tahun lamanya. Berbeda dengan umroh yang bisa dilakukan setiap saat di luar musim haji, ibdah haji sudah ditentukan waktunya setahun sekali pada bulan Dzulhijah sedangkan jumlah jamaah setiap tahunnya semakin bertambah yang membuat antrian semakin panjang.

Umroh sering juga disebut haji kecil. Namun sayangnya, banyak yang tidak begitu paham perbedaan keduanya, bahkan bagi orang yang sudah pernah umroh sekalipun seringkali sulit mengungkapkan perbedaan haji dan umroh tersebut dimana. Perlu kiranya ulama di Indonesia merangkum dan menyajikan Istilah tersebut ke dalam pengertian yang lebih komprehensif dan mudah dipahami oleh masyarakat awam (terlebih lagi dengan kehadiran teknologi internet seharusnya itu menjadi ruang yang sangat bagus sebagai sarana belajar agama).

Dalam mempelajari istilah Haji dan Umroh, kita akan dihadapkan pada perbedaan pendapat antar ulama dari berbagai madzhab yang memiliki pandangan berbeda-beda, entah itu mengenai pengertian haji/umroh, hukum dari keduanya maupun mengenai tata-cara pelakasanaanya. Namun, dari berbagai perbedaan pendapat para ulama tersebut, rata-rata yang dipakai di Indonesia adalah yang memiliki kesepakatan yang paling banyak (ijma’). Terlebih lagi perbedaan-perbedaan yang terjadi bukan pada wilayah prinsip akan tetapi kebanyakan hanya pada wilayah teknis dan pada tataran redaksional saja.

Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian, tata-cata dan perbedaan haji dan umroh dapat dibaca pada uraian berikut ini:

Pengertian Haji dan Umroh
Karena haji dan umroh merupakan salah satu ibadah rutin yang menjadi agenda bagi setiap muslim di Indonesia, terkadang kesempatan ini dimanfaatkan oleh berbagai pihak sepert biro perjalanan dan lain sebagainya dalam memberikan fasilitas umroh atau haji. Sayangnya dengan maraknya promosi tersebut tidak diimbangi oleh pandangan yang tepat untuk memahami lebih dalam kedua jenis ibadah tersebut.

Bahkan sekarang tidak jarang orang memilih umroh saja karena antrian ibadah haji yang bertahun-tahun itu dengan asumsi umroh sudah sama dengan haji kecil. Padahal keduanya memiliki status hukum tersendiri dalam Islam dan tidak bisa disamakan. Selain itu haji tidaklah menggantikan umroh ataupun sebaliknya.

Haji secara bahasa bermakna al-qoshdu (sengaja/bermaksud) yaitu mengunjungi tempat yang dimuliakan. Secara istilah haji bisa diartikan sebagai serangkaian ibadah yang dilakukan pada waktu tertentu dan dengan tata-cara tertentu untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Haji menjadi rukun Islam ke-enam dimana itu adalah kewajiban dan menjadi salah satu indikator bagi kesempurnaan keislaman seseorang dengan ketentuan mereka mampu secara lahir maupun batin dalam menjalankannya.

Sedangkan umroh adalah ibadah sunah yang apabila dilakukan akan mendapatkan kemuliaan disisi Allah SWT. Umroh juga disiratkan dalam Al-Qur’an sebagai salah satu ibadah maliah atau ibadah yang menuntut adanya pengorbanan harta benda. Meskipun ada perbedaan mengenai hukum umroh, namun kebanyakan ulama di Indonesia sepakat bahwa umroh hukumnya adalah sunah dan dilakukan sekali seumur hidup.

Meskipun pada kenyataanya kita menemukan berbagai perbedaan pendapat mengenai umroh ini. Meskipun demikian dalam terminologi fiqih haji dan umroh merupakan ibadah mustaqillah yang artinya masing-masing memiliki hukum sendiri dan berbeda antara satu dengan lainnya. Pun demikian, haji dan umroh sangat mungkin dan bisa dilaksanakan secara bersamaan.

Hukum Haji dan Umroh
Hukum haji sudah tidak menjadi persoalan lagi yaitu wajib bagi setiap muslim yang mampu sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-Imran ayat 97, Allah berfirman: “Dan Allah mewajibkan atas manusia haji ke baitullah bagi orang yang mampu mengerjakannya”. Yang dimaksudkan dengan mampu disini adalah setiap muslim yang mempunyai kemampuan baik dalam hal biaya, fisik maupun waktu. Ketika sudah merasa mampu, kemudian untuk bisa melakasnakan haji juga masih harus mengikuti syarat, wajib dan rukun haji yang akan di uraikan pada sub-bab di bawah. Kesimpulannya adalah haji hukumnya wajib dan dilakukan satu kali seumur hidup.

Mengenai hukum umroh, para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda. Hal ini adalah hal yang sangat wajar karena mereka juga memiliki referensi hadits yang berbeda-beda dalam membuat kesimpulan terhadap sesuatu. Dalam kitab Al Fiqhu ‘Alal Madzahibil Arba’ah karya Syaikh 'Abdul Rahman bin Muhammad 'Awad al-Jaziri di sana dimuat tentang perbedaan hukum terkait dengan umroh. Ulama’ yang menyepakati umroh adalah ibadah sunah muakkadah (sunah yang dianjurkan) adalah Imam Maliki dan Imam Hanafi. Pendapat yang mewajibkan adalah Imam Syafi’i dan Imam Hambali.

Waktu Haji dan Umroh
Haji merupakan ibadah yang waktunya sudah ditetapkan yaitu antara tanggal 9 sampai 13 bulan dzulhijjah atau yang dikenal sebagai waktu haji, musim haji ataupun waktu-waktu haji. Itu artinya musim haji hanya terjadi satu kali dalam satu tahun yaitu pada sekitar 5 hari pada bulan dzulhijjah tersebut. Namun karena yang menjadi prinsip dan inti dari ibadah haji adalah wuquf di padang Arofah (al-hajju Arafatun) maka boleh kita berpendapat bahwa hari haji itu tepatnya jatuh pada tanggal 9 dzulhijjah itu sendiri.

Lain halnya dengan umroh. Umroh bisa dilakukan kapan saja dan hanya sunnah dilakukan sekali seumur hidup. Terkait dengan umroh banyak sekali pertanyaan tentang umroh, seperti apakah jika umroh membatalkan haji ketika dilakukan sebelum haji (saat menunggu keberangkatan haji), umroh berkali-kali pada bulan haji dan lain sebagainya.

Terlepas dari kenyataanya pada pendapat para ulama, masyarakat Indonesia cenderung melakukan umroh berkali-kali dengan alasan kerinduan terhadap rumah Allah SWT. Selama itu tidak menjadikan beban dan menimbulkan dampak negatif para ulama sepakat membolehkan umroh berkali-kali seperti yang sering dilakukan ketika bulan-bulan haji dan bulan Ramadan.

Syarat, Kewajiban, dan Rukun Haji serta Umroh
Sebenarnya kalau kita membahas mengenai syarat, wajib, dan rukun haji serta umroh, hal ini berhubungan erat dengan tata-cara atau teknis haji atau umroh itu sendiri. Di kalangan keempat madzhab yang ada masing-masing memiliki pendapatnya masing-masing. Dalam prakteknya, masyarakat bisa langsung mempelajari hal ini ketika sudah mendaftar haji karena pasti sebelum berangkat terlebih dahulu pasti ada bimbingan haji pada setiap daerah di Indonesia.

Sedangkan syarat haji, kita bisa merujuk pada pedoman umum dalam pembahasannya mengenai fiqih kontemporer dalam buku Fiqh Islam karya H.Sulaiman rasyjidin halaman 346 ditulis bahwa ada empat syarat wajib haji yaitu:
  • ·       Islam
  • ·    Mukallaf (Berakal dan Baligh). Baligh artinya orang yang sudah mampu membedakan antara yang benar dan yang salah.
  •    Orang Merdeka (tidak berstatus menjadi budak). Di Indonesia sudah tidak ada lagi sistem perbudakan.
  • ·   Mampu atau Kuasa (memiliki kemampuan melaksanakan haji sendiri). Dalam bahasa arab mampu atau kuasa disebut istatha’ah. Kemudian kategori ini bisa diperluas lagi yaitu orang yang memiliki kondisi kesehatan baik, adanya kendaraan yang dapat dimanfaatkan untuk pulang/pergi, adanya keamanan dalam perjalanan, memiliki bekal yang cukup selama menunaikan ibadah haji, dan bagi perempuan harus disertai oleh muhrimnya atau bersama dengan perempuan lain yang ada muhrimnya.

Secara rukun,  ibadah haji membutuhkan kekuatan fisik yang lebih dari pada umroh karena wilayah yang akan dikunjungi bermacam-macam dengan jumlah jamaah yang jauh lebih banyak. Rangkaian ibadah haji harus mengunjungi Arafah, Muzdalifah dan Mina sementara rangkaian ibadah umroh hanya dilakukan di sekitaran masjid Al-Haram dan Ka’bah saja. Persamaannya, baik dalam ibadah haji maupun umroh juga harus bertawaf di Kakbah(mengelilingi) dan Sai (lari-lari kecil) di Safa dan Marwah. Oleh karena itu baik ibadah haji maupun umroh membutuhkan kesiapan fisik yang prima.

Berangkat Jika sudah Mampu secara Fisik dan Keuangan
Sebagai Rukun Islam yang kelima, ibadah haji butuh persiapan yang baik supaya lancar dalam beribadah. Persiapan tersebut meliputi persiapan ongkos naik haji maupun persiapan menjaga kesehatan. Ibadah haji dan umroh tidaklah wajib bagi yang belum mampu baik secara fisik dan keuangan, jadi jika memang belum siap jangan dipaksakan sehingga membuat ibadah menjadi beban.


Umrah? Apaitu?

  • Umrah artinya berkunjung atau berziarah. Setiap orang yang melakukan ibadah haji wajib melakukan umrah, yaitu perbuatan ibadah yang merupakan kesatuan dari ibadah haji. Pelaksanaan umrah ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 196 yang artinya `Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah...`
Mengenai hukum umrah, ada beberapa perbedaan pendapat. Menurut Imam Syafi`i hukumnya wajib. Menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi hukumnya sunah mu`akkad (sunah yang dipentingkan).
Umrah diwajibkan bagi setiap muslim hanya 1 kali saja, tetapi banyak melakukan umrah juga disukai, terlebih jika dilakukan di bulan Ramadhan. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya `Umrah di dalam bulan Ramadhan itu sama dengan melakukan haji sekali`.

Pelaksanaan umrah :

Tata cara pelaksanaan ibadah umrah adalah: mandi, berwudhu, memakai pakaian ihram di mîqât, shalat sunah ihram 2 rakaat, niat umrah dan membaca Labbaik Allâhumma `umrat(an) (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, untuk umrah), membaca talbiah serta doa, memasuki Masjidil Haram, tawaf, sa`i, dan tahalul.
Tahapan Umrah : 
  • Berangkat menuju Miqat
  • Berpakaian dan berniat Ihram di Miqat (Tempat Miqat, al : Bier Ali, Ji`ronah,Tan`im, dsb)
  • Shalat sunat ihram 2 rakaat jika memungkinkan
  • Melafazhkan niat Umroh : Labbaik Allahuma Umrotan
  • Teruskan perjalanan ke Mekah, dengan membaca Talbiah sebanyak-banyaknya dan mematuhi larangan saat ihram
  • Melakukan Tawaf sebanyak 7 putaran
  • Melakukan Sa`i antara Bukit Safa - Bukit Marwah sebanyak 7 kali
  • Tahallul (menggunting rambut)
  • Ibadah Umroh selesai

Syarat, Rukun, dan Wajib Umrah :

Syarat untuk melakukan umrah adalah sama dengan syarat dalam melakukan ibadah haji. Adapun rukun umrah adalah:
  • Ihram
  • Tawaf
  • Sa`i
  • Mencukur rambut kepala atau memotongnya
  • Tertib, dilaksanakan secara berurutan
  • Sementara itu wajib umrah hanya satu, yaitu ihram dari mîqât.

Larangan dalam Umrah :

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sudah memakai pakaian ihram dan sudah berniat melakukan ibadah haji/umrah adalah :
  • Melakukan hubungan seksual atau apa pun yang dapat mengarah pada perbuatan hubungan seksual
  • Melakukan perbuatan tercela dan maksiat
  • Bertengkar dengan orang lain
  • Memakai pakaian yang berjahit (bagi laki-laki)
  • Memakai wangi-wangian
  • Memakai khuff (kaus kaki atau sepatu yang menutup mata kaki)
  • Melakukan akad nikah
  • Memotong kuku
  • Mencukur atau mencabut rambut
  • Memakai pakaian yang dicelup yang mempunyai bau harum
  • Membunuh binatang buruan
  • Memakan daging binatang buruan

Senin, 18 Maret 2019

Siapa mau kulit glowing? Ini dia resepnya

1. Jus Beet
Beet segar kaya akan vitamin A, C, K, tembaga, magnesium, asam folat, dan seng.Kandungannya yang kaya bisa berdampak sangat baik pada kulit bila dikonsumsi rutin. Bahkan, jus ini juga ampuh dalma mengatasi masalah kulit seperti jerawat dan radang.

2. Jus Wortel
Banyak yang mengira bahwa wortel hanya bagus untuk mata. Padahal, kandungan vitamin A pada wortel juga efektif mengatasi jerawat, keriput, pigmentasi, dan warna kulit tidak rata.

3. Jus Jeruk
Jus jeruk dikenal memiliki rasa yang enak dan menyegarkan. Tak hanya itu, jeruk kaya akan vitamin C yang dapat meningkatkan elastisitas kulit dan membantu meregenerasi sel-sel baru. Jeruk juga mengandung antioksidan yang bisa menangkal radikal bebas dan mencegah pembentukan kerut wajah

4. Jus Apel
Apel kaya akan kolagen yang membuat kulit elastis dan glowing.

5. Jus Mentimun
Mentimun ringan di perut dan sempurna untuk memuaskan dahaga dan tetap terhidrasi.
Bahkan, kandungan air mentimun yang tinggi sangat baik untuk kulit
Jus ini juga kaya silika, yang dapat meningkatkan kekencangan kulit dan membuatnya lebih bercahaya.
Itulah dia Moms jus terbaik untuk mendapatkan kulit glowing.
Mulai sekarang rutin minum jus ini yuk agar kulit kita menjadi kencang dan juga awet muda!

Recent List

9 Kesalahan Umum Jemaah Wanita Saat Umrah